Jumat, 23 November 2007

Mengalihkan konsentrasi utk menghalau nafsu

by Koko Nata
(terima kasih banyak buat mas koko yg telah memberi ijin utk dipublish disini)


Mungkin kita pernah mengalami hal seperti ini: ingin buang air besar (BAB), tiba-tiba ada telepon, ada sanak saudara meninggal dunia. Rumahnya tak jauh dari kediaman kita. Lupa sudah urusan buang hajat. Kita langsung menuju rumah saudara tersebut. Lupa sudah keinginan untuk BAB, sama sekali lupa. Atau mungkin pernah juga, kita sedang kelaparan, ingin sekali makan. Tiba-tiba ada kabar, ibu mengalami kecelakaan. Kita langsung menuju ke rumah sakit dengan berjuta kekhawatiran. Lupa sudah urusan perut. Sore hari, ketika kondisi ibu sudah jelas; Cuma lecet-lecet, tidak parah, kita baru sadar, ”saya belum makan tadi siang.”

Saya yakin, kita semua pernah mengalami kejadian sepertri di atas. Ada peristiwa, kabar, atau apalah yang menyedot konsentrasi. Kita lalu melupakan keinginan kita, nafsu kita, untuk kemudian melakukan hal lain. Agak aneh secara logika. Kok bisa kita jadi lupa BAB atau makan, padahal sebelumnya pengen banget, tak bisa ditahan. Tapi nyatanya kita bisa beralih pada aktivitas lain, melupakan urusan yang sebetulnya berasal dari hawa nafsu.

Ini membuktikan, bahwa kita sebenarnya bisa, sangat bisa mengelola hasrat, keinginan, menundukkan hawa nafsu. Ketika tergoda untuk melakukan kemaksiatan, kita bisa berkonsentrasi pada hal lain untuk meredamnya. Ketika peluang dosa di depan mata, kita sebenarnya bisa menampik, melakukan hal lain yang bukan dosa.

Tapi yang terjadi adalah, kita seringkali menjerumuskan diri pada kemaksiatan, tanpa berusaha untuk mengalihkan konsentrasi pada kebaikan. Terlebih lingkungan sangat mendorong kita untuk melakukan hal tersebut. Misalnya seorang laki-laki yang setia pada istrinya, didorong untuk selingkuh oleh rekan kerjanya. Di sebuah pesta, rekan kerja memperkenalkannya pada gadis yang secara lahiriah cantik luar biasa, sangat menggoda. Ia terpikat, terbuai bujuk rayu. Rekan kerja mengompori, ”sikat saja, cukup one night stand!” Si lelaki dan perempuan cantik mulai menyepi. Hasrat bergelora, nafsu meraja. Ia tak berusaha mengalihkan konsentrasi pada istri di rumah: yang setia menjaga harta, merawat anak penuh cinta, merawat jiwa raga tak kenal lelah, mengucap kembali kasih sebelum suami berkata terima kasih, melayani kapan saja di mana saja. Si lelaki lupa. Tidak berusaha mengingat, istri di rumah punya apa yang perempuan itu punya. Istri bisa memberi apa yang perempuan cantik itu beri. Istri juga punya madu, semanis, lebih manis dan bernilai pahala. Malam itu, si lelaki melakukan hal yang seharusnya bisa ia tahan.

Kenapa bisa begitu? Kenapa kita terkadang lebih memilih makan siang dulu daripada shalat dengan apologi ”ada hadistnya tuh, lebih baik makan dulu daripada shalat. Nanti pas shalat malah mikirin makanan.” Kenapa kita tidak ingat ”sebaik-baiknya shalat adalah shalat di awal waktu.” Kenapa justru urusan nafsu yang kita dahulukan.

Penyebabnya adalah: kita belum meresapi makna ”hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.” (QS 1:5) juga makna, ”Allah tempat meminta segala sesuatu.” (QS 112:2). Kita kurang berkonsentrasi pada cinta-Nya. lebih mengedepankan nafsu dalam segala urusan.

Andai ketika nafsu meraja kita mengalihkan konsentrasi, ingat ’hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan,’ mungkin kita dapat melawan nafsu, memerangi bisikan setan yang mengepung dari segala penjuru. Mengubah peluang dosa menjadi peluang pahala, meretas jalan menuju surga.

Apakah akan berhasil? Wallahu’alam. Kita hanya bisa berusaha semaksimal mungkin. Bukankah Allah menilai proses, bukan hasil. Saya mendapat ide mengalihkan konsentari ini dari Ustadz Jajang di pengajian bulanannya. Siapa tahu berguna bagi teman-teman semua, mau mencoba. Dan saya juga tertarik untuk mencobanya; ketika ingin bermaksiat, alihkan konsentrasi pada hal lain.

sumber : http://kokonata.multiply.com